Generasi muda banyak yang meninggalkan usaha atau berusaha disektor pertanian. Berbagai alasan yang dikemukakan antara lain; menjadi petani menjadi orang miskin, bergelimang dalam kotornya lumpur, penghasilan hanya cukup sehari, dan sebagianya. Nampaknya hampir tidak ada harapan kemajuan.
Pemahaman seperti itu tentunya sangat berbahaya dan mencerminkan rasa pesimis yang tidak berguna. Masih banyak petani yang sangat berhasil dibidangnya. Walau mudah dihitung, namun eksistensi mereka banyak bisa dilihat di pasar. Bagaimana pertanian bisa ditinggalkan, jika manusia masih butuh makan. Dan perlu diketahui bahwa pertanian menyumbang 14,7 persen dari PDB serta 39,33 persen penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian ini.
Banyak yang tidak menduga saat Indonesia bahkan Asia dilanda krisis moneter yang berkepanjangan dan seluruh industri mengalami pertumbuhan yang negatif. Sektor pertanian ibarat pahlawan yang dengan gagah berhasil melakukan pertumbuhan yang positif bagi perekonomian bangsa.
Namun sungguh disayangkan, kepedulian terhadap sektor ini disepelekan oleh banyak hal diluar kewenangan petani atau penggerak sektor ini. Kebijakan pemerintah masih kurang memihak sektor ini. Boleh lihat sistem negara maju manapun, bahwa sektor pertanian ini menjadi landasan yang kuat bagi pengembangan industri disektor lainnya.
Tata niaga produk pertanian tidak mendapat pengaturan yang baik. Hingga tidak heran jika menemukan jeruk Mandarin jauh lebih murah dibanding jeruk Brastagi. Tidak sekali dua kali petani Brebes menyebar bawang hasil panen mereka ke jalan raya karena harganya terlalu rendah.
Saluran irigasi lahan persawahan yang terdiri saluran sekunder dan tersier tertutup oleh alih fungsi lahan menjadi pabrik ataupun perumahan. Sehingga menyebabkan ratusan hektar lahan sawah turun derajat menjadi sawah tadah hujan. Reformasi agraria yang sunyi tanpa bunyi merupakan fenomena saat ini. Mencetak jutaan hektar sawah baru belum tentu menjadi solusi.
Persaingan pedagang obat-obatan atau racun serangga bak jamur dimusim hujan. Berapa ratus batang pohon menjadi saksi bisu arogansi atau pamer keunggulan masing-masing produk. Bila tahu bahwa bahan aktif yang digunakan sama, kenapa tidak dipilih saja yang terbaik, termurah dan yang paling bertanggungjawab kepada lingkungan.
Terlepas dari permasalahan yang rumit tersebut, petani tetap saja bangga atas profesi yang dijalankan. Agar memperoleh penghasilan yang memadahi tentunya ada pemahaman yang bisa dipergunakan. Petani harus mulai masuk kedalam peningkatan level produknya. Dari sekedar menghasilkan komoditas (raw material) harus menghasilkan produk dengan level lebih tinggi.
Petani yang berhasil biasanya akan memproduksi sesuatu berdasar tingkat kepuasan konsumen. Produk bisa saja sama, namun dalam perlakuaan pasca panennya berbeda akan mendapatkan harga berbeda. Komoditas yang dihasilkan diperlakukan dengan pemilihan kualitas, kemasan yang menarik, dan sedikit promosi.
Nah, dengan melakukan sesuatu yang berbeda dan dengan hasil yang lebih bagus apakah masih perlu pesimis dengan prospek usaha di bidang pertanian. Ingat, jutaan bahkan sekian milyar manusia belum berhenti mengunyah produk pertanian. Mari ikut berkomitmen membangun pertanian Indonesia. [jo]
2 Comments
info yang sangat bermanfaat…
Thanks…
Ok, sama-sama